!...Just click for join my Pinterest

 Link Collider - Best SEO Booster

Ini Bukan Spam, Silahkan Klik untuk Info Selengkapnya




Welcome to Nursingscience-2008.blogspot.com

Mengenal Imunisasi

Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen.Secara khusus antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk pertama kali masuk ke dalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibodi.Zat anti terhadap racun kuman disebut antioksidan.Berhasil tidaknya tubuh memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung kepada jumlah zat anti yang dibentuk. 

Pada umumnya tubuh anak tidak akan mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat ialah jenis kuman ganas.Virulen yang baru untuk pertama kali dikenal oleh tubuh. Karena itu anak anda akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas. 

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibodi/antitoksin terhadap antigen, tidaklah terlalu kuat.Tubuh belum mempunyai “pengalaman” untuk mengatasinya.Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-anibody, tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman; berarti bahwa anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut. 

Dari uraian ini, yang terpenting ialah bahwa dengan imunisasi, anak anda terhindar dari ancaman penyakit yang ganas tanpa bantuan pengobatan. Dengan dasar reaksi antigen antibodi ini tubuh anak memberikan reaksi perlawanan terhadap benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh. Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi, setelah beberapa bulan/tahun, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang, sehingga imunitas tubuh pun menurun. Agar tubuh tetap kebal diperlukan perangsangan kembali oleh antigen, artinya anak terseut harus mendapat suntikan/imunisasi ulangan.


A. DASAR- DASAR IMUNISASI

Manusia dalam kehidupannya tidak akan luput dari paparan berbagai penyakit. Agen-agen infeksi dan hal-hal yang dapat membahayakan kehidupan, banyak sekali tersebar dalam lingkungan hidup manusia. Dalam sejarah, sejak berabad-abad yang lalu, manusia telah berusaha menimbulkan kekebalan tubuhnya terhadap penyakit atau ancaman dari luar, contohnya di Abad ke 7, orang India mencoba meminum bisa ular supaya tubuhnya kebal terhadap gigitan ular. Upaya yang lebih ilmiah dimulai oleh Edward Jenner, dengan mengembangkan vaksin cacar pada tahun 1877. Jenner mengembangkan vaksin cacar atau smallpox dari bahan cacar sapi atau cowpox berdasar penelitiannya.

Tubuh manusia sebenarnya telah mempunyai sistem kekebalan sebagai mekanisme pertahanan dalam mencegah masuk dan menyebarnya agen infeksi. Mekanisme pertahanan ini terdiri dari dua kelompok fungsional, yaitu pertahanan non spesifik dan spesifik yang saling bekerja sama. Pertahanan non spesifik diantaranya adalah kulit dan membran mukosa, sel- sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon, dan berbagai faktor humoral lain. Pertahanan non spesifik berperan sebagai garis pertahanan pertama. Semua pertahanan ini merupakan bawaan (innate) artinya pertahanan tersebut secara alamiah ada dan tidak adanya dipengaruhi secara instriksik oleh kontak dengan agen infeksi sebelumnya. Mekanisme pertahanan spesifik meliputi sistem produksi antibodi oleh sel B dan sistem imunitas seluler oleh sel T. Sistem pertahanan ini bersifat adaptif dan didapat, yaitu menghasilkan reaksi spesifik pada setiap agen infeksi yang dikenali karena telah terjadi pemaparan terhadap mikroba atau determinan antigenik tersebut sebelumnya. Sistem pertahanan ini sangat efektif dalam memberantas infeksi serta mengingat agen infeksi tertentu sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di kemudian hari. Hal inilah yang menjadi dasar imunisasi (Wahab, 2002).

Bila ada antigen masuk tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan membuat zat anti. Reaksi tubuh pertama kali terhadap antigen, berlangsung lambat dan lemah, sehingga tidak cukup banyak antibodi terbentuk. Pada reaksi atau respon kedua, ketiga dan selanjutnya tubuh sudah mengenal antigen jenis tersebut. Tubuh sudah pandai membuat zat anti, sehingga dalam waktu singkat akan dibentuk zat anti yang lebih banyak. Setelah beberapa lama, jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang. Untuk mempertahankan agar tubuh tetap kebal, perlu diberikan antigen/ suntikan/ imunisasi ulang sebagai rangsangan tubuh untuk membuat zat anti kembali (Markum, 1997)

Saat ini banyak penyakit telah dapat dicegah dengan imunisasi. Misalnya vaksin Baccillus Calmete-Guerin (BCG) untuk mencegah penyakit tuberculosis, Toksoid Diphteri untuk mencegah penyakit difteri, Vaksin pertusis untuk mencegah penyakit pertusis, toksoid tetanus untuk mencegah penyakit tetanus, vaksin hemophilus influenza untuk mencegah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh kuman haemophyllus influenza, dll. Bahkan saat ini sedang dikembangkan pembuatan vaksin demam berdarah, Human immunodeficiency virus/Acquired immune deficiency syndrome (HIV/AIDS), dan penyakit infeksi lain yang banyak menimbulkan kerugian baik bagi individu, masyarakat maupun negara.

Pada dasarnya vaksin dibuat dari :

1. Kuman yang telah dilemahkan/ dimatikan

Contoh yang dimatikan : Vaksin polio salk, vaksin batuk rejan

Contoh yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio sabin, vaksin campak

2. Zat racun (toksin) yang telah dilemahkan (toksoid) 

Contoh : toksoid tetanus, toksoid diphteri

3. Bagian kuman tertentu/ komponen kuman yang biasanya berupa protein khusus

Contoh : vaksin hepatitis B



B. IMUNISASI DI INDONESIA


Di Indonesia, program imunisasi diatur oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah, bertanggungjawab menetapkan sasaran jumlah penerima imunisasi, kelompok umur serta tatacara memberikan vaksin pada sasaran. Pelaksaan program imunisasi dilakukan oleh unit pelayanan kesehatan pemerintah dan swasta. Institusi swasta dapat memberikan pelayanan imunisasi sepanjang memenuhi persyaratan perijinan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Di Indonesia pelayanan imunisasi dasar/ imunisasi rutin dapat diperoleh pada :

  1. Pusat pelayanan yang dimiliki oleh pemerintah, seperti Puskesmas, Posyandu, Puskesmas pembantu, Rumah Sakit atau Rumah Bersalin 
  2. Pelayanan di luar gedung, namun diselenggarakan oleh pemerintah misalnya pada saat diselenggarakan program Bulan Imunisasi Anak Sekolah, pekan Imunisasi Nasional, atau melalui kunjungan dari rumah ke rumah. 
  3. Imunisasi rutin juga dapat diperoleh pada bidan praktik swasta, dokter praktik swasta atau rumah sakit swasta. 

1. Dasar hukum penyelenggaraan program imunisasi : 

  • Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. 
  • Undang-undang No. 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular. 
  • Undang-undang No. 1 tahun 1962 tentang Karantina Laut. 
  • Undang-undang No. 2 tahun 1962 tentang Karantina Udara. 
  • Keputusan Menkes No. 1611/Menkes/SK/XI/2005 tentang Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. 
  • Keputusan Menkes No. 1626/ Menkes/SK/XII/2005 tentang Pedoman Pemantauan dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Paska Imunisasi (KIPI). 

2. Tujuan imunisasi di Indonesia 

a. Tujuan Umum 

Turunnya angka kesakitan, kecacatan dan kematian bayi akibat PD3I. 

b. Tujuan Khusus 

1) Program Imunisasi 
  • Tercapainya target Universal Child Immunization yaitu cakupan imunisasi lengkap minimal 80% secara merata pada bayi di 100% desa/ kelurahan pada tahun 2010 
  • Tercapainya Eliminasi Tetanus Maternal dan Neonatal (insiden di bawah 1 per 1.000 kelahiran hidup dalam satu tahun) pada tahun 2005. 
  • Eradikasi polio pada tahun 2008. 
  • Tercapainya reduksi campak (RECAM) pada tahun 2005. 

2) Program Imunisasi Meningitis Meningokus 

Memberikan kekebalan tubuh terhadap penyakit Meningitis Meningokokus tertentu, sesuai dengan vaksin yang diberikan pada calon jemaah haji. 

3) Program Imunisasi Demam Kuning 

Memberikan kekebalan efektif bagi semua orang yang melakukan perjalanan berasal dari atau ke negara endemis demam kuning sehingga dapat mencegah masuknya penyakit demam kuning di Indonesia. 

4) Program Imunisasi Rabies 

Menurunkan angka kematian pada kasus gigitan hewan penular rabies. 

3. Sasaran imunisasi di Indonesia dapat dijabarkan : 

a. Program imunisasi 

Imunisasi dilakukan di seluruh kelurahan di wilayah Indonesia. Imunisasi rutin diberikan kepada bayi di bawah umur satu tahun, wanita usia subur, yaitu wanita berusia 15 hingga 39 tahun termasuk ibu hamil dan calon pengantin. Imunisasi pada bayi disebut dengan imunisasi dasar, sedangkan imunisasi pada anak usia sekolah dasar dan wanita usia subur disebut dengan imunisasi lanjutan. 

Vaksin yang diberikan pada imunisasi rutin meliputi, pada bayi: hepatitis B, BCG, Polio, DPT, dan campak. Pada usia anak sekolah: DT (Difteri Tetanus), campak dan Tetanus Toksoid. Pada imunisasi terhadap wanita usia subur diberikan Tetanus Toksoid. 

Pada kejadian wabah penyakit tertentu di suatu wilayah dan waktu tertentu maka Imunisasi tambahan akan diberikan bila diperlukan. Imunisasi tambahan diberikan kepada bayi dan anak. Imunisasi tambahan sering dilakukan misalnya ketika terjadi suatu wabah penyakit tertentu dalam wilayah dan waktu tertentu misalnya, pemberian polio pada Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dan pemberian imunisasi campak pada anak sekolah. 

b. Program imunisasi Meningitis Meningokus 

Seluruh calon/jemaah haji dan umroh, petugas Panitia Penyelenggaraan Ibadah Haji (PPIH) di Arab Saudi, Tim Kesehatan Haji Indonesia yang bertugas menyertai jemaah (kloter) dan petugas kesehatan di embarkasi/ debarkasi. 

c. Program imunisasi Demam Kuning 

Semua orang yang melakukan perjalanan kecuali bayi dibawah 9 bulan dan ibu hamil trimester pertama, berasal dari negara atau ke negara yang dinyatakan endemis demam kuning (data negara endemis dikeluarkan oleh WHO yang selalu di update). 

d. Program imunisasi Rabies 

Sasaran vaksinasi ditujukan pada 100% kasus gigitan yang berindikasi rabies, terutama pada lokasi tertular (selama 2 tahun terakhir pernah ada kasus klinis, epidemiologis, dan laboratoris dan desa-desa sekitarnya dalam radius 10 km). 


4. Kebijakan dan Strategi: 

a. Program Imunisasi 

1) Kebijakan 
  • Penyelenggaraan imunisasi dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat, dengan mempertahankan prinsip keterpaduan antara pihak terkait 
  • Mengupayakan pemerataan jangkauan pelayanan imunisasi baik terhadap sasaran masyarakat maupun sasaran wilayah 
  • Mengupayakan kualitas pelayanan yang bermutu 
  • Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui perencanaan program dan anggaran terpadu 
  • Perhatian khusus diberikan pada wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis 

2) Strategi 
  • Memberikan akses (pelayanan) kepada masyarakat 
  • Membangun kemitraan dan jejaring kerja 
  • Menjamin ketersediaan dan kecukupan vaksin, peralatan rantai vaksin da alat suntik 
  • Menerapkan sistem Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) untuk menentukan prioritas kegiatan serta tindakan perbaikan 
  • Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh tenaga profesional/terlatih 
  • Pelaksanaa sesuai standar 
  • Memanfaatkan perkembangan metoda dan teknologi yang lebih efektif, berkualitas dan efisien. 
  • Meningkatkan advokasi, fasilitasi dan pembinaan 

b. Program imunisasi Meningitis Meningokokus 

Sesuai International Health regulation setiap calon jemaah haji harus sudah diimunisasi Meningitis Meningokokus, dengan dibuktikan International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku maksimal 2 tahun. Kekebalan terjadi 2 minggu setelah penyuntikan. 

c. Program imunisasi demam kuning 

Sesuai International Health Regulation setiap orang yang masuk Indonesia berasal atau melewati daerah diduga terjangkit demam kuning serta daerah terjangkit telah diimunisasi demam kuning, yang dibuktikan dengan International Certificate of Vaccination (ICV) yang berlaku, masa berlaku 10 tahun. Kekebalan terjadi 10 hari setelah penyuntikan. 

d. Program imunisasi Rabies 

  1. Vaksin anti rabies (VAR) manusia diberikan pada seluruh kasus gigitan hewan penular rabies (HPR) yang berindikasi, sehingga kemungkinan kematian akibat rabies dapat dicegah 
  2. Pemberdayaan Puskesmas dalam penatalaksanaan kasus gigian yaitu cuci setiap luka gigitan akibat digigit hewan penular rabies dengan menggunakan sabun/ detergen selama 10-15 menit pada air mengalir, kemudian dibilas dengan alkohol atau betadine. 
Di Indonesia, untuk pelayanan kesehatan pemerintah, vaksin yang termasuk dalam program imunisasi dasar diberikan secara gratis, kadang-kadang di beberapa unit pelayanan kesehatan hanya membayar kartu masuk puskesmas atau rumah sakit tergantung pada kebijakan daerah. Vaksin yang termasuk program imunisasi dasar adalah: Hepatitis B, Diptheri, Pertusis, Tetanus, polio, BCG dan vaksin campak. Untuk vaksin yang tidak termasuk program imunisasi dasar, seperti HiB, Pneumoni, MMR maka harus membayar vaksin yang diberikan. Untuk pelayanan swasta, bila vaksin bukan berasal dari vaksin pemerintah maka yang bersangkutan harus membayar biaya vaksin dan konsultasi pada pihak swasta.


C. JADWAL IMUNISASI DI PUSKESMAS

Imunisasi wajib pada bayi
















Bila bayi lahir dirumah











Bila bayi lahir dirumahsakit, pondok bersalin, bidan pratik atau tempat pelayanan lain






Apabila tersedia vaksin kombinasi DPT dan hepatitis B (vaksin DPT/HB)maka ada perubahan jadwal imunisasi yaitu vaksin hepatitis B diberikan segera pada bayi lahir dengan kemasan monovalent.


Imunisasi pada anak sekolah (SD)








Imunisasi Tetanus toksoid pada wanita usia subur








D. PEMBERIAN IMUNISASI dan KEMASAN VAKSIN

Vaksin dapat dikemas dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Contoh kemasan vaksin tunggal : BCG, Polio, Hepatitis B, Hib, campak. Contoh kemasan vaksin kombinasi : DPT (Diptheri, Pertusis, Tetanus), MMR (campak, gondong, campak jerman), tetravaccine (kombinasi DPT dan polio suntik)
Beberapa vaksin yang dikemas tunggal dapat diberikan bersama- sama, aman dan proteksinya memuaskan, misalnya:
1) Vaksin BCG bersama cacar
2) Vaksin BCG bersama polio
3) Vaksin BCG bersama Hepatitis B
4) Vaksin DPT bersama BCG
5) Vaksin DPT bersama polio
6) Vaksin DPT bersama hepatitis B
7) Vaksin DPT bersama polio dan campak
8) Vaksin DPT bersama MMR
9) Vaksin campak bersama polio

1. Vaksin BCG

Vaksin BCG mengandung kuman BCG yang masih hidup namun telah dilemahkan.
Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C 
Dosis :0.05 ml
Kemasan : ampul dengan bahan pelarut 4 ml (NaCl Faali) 
Masa kadaluarsa : satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label) 
Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam
Efek samping : jarang dijumpai, bisa terjadi pembeng-kakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyem-buh sendiri walaupun lambat
Indikasi kontra : tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau uji mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun.

2. Vaksin DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus)

Di Indonesia ada 3 jenis kemasan : kemasan tunggal khusus tetanus, kombinasi DT (diphteri tetanus) dan kombinasi DPT. Vaksin diphteri terbuat dari toksin kuman diphteri yang telah dilemahkan (toksoid), biasanya diolah dan dikemas bersama-sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DPT. Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada tiga kemasan vaksin tetanus yaitu tunggal, kombinasi dengan diphteri dan kombinasi dengan diphteri dan pertusis. Vaksin pertusis terbuat dari kuman Bordetella pertusis yang telah dimatikan.
Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C
Dosis : 0.5 ml, tiga kali suntikan, interval minimal 4 mg
Kemasan : Vial 5 ml
Masa kadaluarsa : Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)
Reaksi imunisasi : Demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari
Efek samping : Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat suntikan. Kadang-kadang terdapat efek samping yang lebih berat, seperti demam tinggi atau kejang, yang biasanya disebabkan unsur pertusisnya.
Indikasi kontra : Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan.

Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotra indikasi yang mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

3. Vaksin Poliomielitis

Terdapat 2 jenis vaksin dalam peredaran, yang masing-masing mengandung virus polio tipe I, II dan III; yaitu (1) vaksin yang mengandung virus polio yang sudah dimatikan (salk), biasa diberikan dengan cara injeksi, (2) vaksin yang mengandung virus polio yang hidup tapi dilemahkan (sabin), cara pemberian per oral dalam bentuk pil atau cairan (OPV) lebih banyak dipakai di Indonesia.
Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20º C 
Dosis : 2 tetes mulut
Kemasan : vial, disertai pipet tetes
Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20°C
Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak ringan
Efek samping : hampir tidak ada, bila ada berupa kelumpuhan anggota gerak seperti polio sebenarnya.
Kontra Indikasi : diare berat, sakit parah, gangguan kekebalan

4. Vaksin Campak

Mengandung vaksin campak hidup yang telah dilemahkan. Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella (campak jerman) disebut MMR.
Penyimpanan : Freezer, suhu -20º C
Dosis : Setelah dilarutkan, diberikan 0.5 ml
Kemasan : Vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan,beserta pelarut 5 ml (aquadest)
Masa kadaluarsa : 2 tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label) 
Reaksi imunisasi : Biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau pembengkakan pada tempat penyuntikan. 
Efek samping : Sangat jarang, mungkin dapat terjadi kejang ringan dan tidak berbahaya pada hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak 30 hari setelah penyuntikan tapi angka kejadiannya sangat rendah. 
Kontra Indikasi : Sakit parah, penderita TBC tanpa pengobatan, kurang gizi dalam derajat berat, gangguan kekebalan, penyakit keganasan. Dihindari pula pemberian pada ibu hamil. 

5. Vaksin Hepatitis B 

Imunisasi aktif dilakukan dengan suntikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan 1 dan 2, lima bulan antara suntikan 2 dan 3. Namun cara pemberian imunisasi tersebut dapat berbeda tergantung pabrik pembuat vaksin. Vaksin hepatitis B dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak membahayakan janin, bahkan akan membekali janin dengan kekebalan sampai berumur beberapa bulan setelah lahir.
Reaksi imunisasi : Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau pembengkakan. Akan menghilang dalam 2 hari. 
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali pemberian
Kemasan : HB PID
Efek samping : Selama 10 tahun belum dilaporkan ada efek samping yang berarti
Indikasi kontra : Anak yang sakit berat. 

6. Vaksin DPT/ HB (COMBO)

Mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin Hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung HbsAg murni dan bersifat non infectious. 
Dosis : 0.5 ml sebanyak 3 kali
Kemasan : Vial 5 ml 
Efek samping : Gejala yang bersifat sementara seoerti lemas, demam, pembengkakan dan kemerahan daerah suntikan. Kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, meracau yang terjadi 24 jam setelah imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang dalam 2 hari 
Kontra indikasi: Gejala keabnormalan otak pada bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf yang merupakan kontraindikasi pertusis, hipersensitif terhadap komponen vaksin, penderia infeksi berat yang disertai kejang 


E. PENGELOLAAN VAKSIN 

Vaksin harus dikelola dengan baik, baik dalam penyimpanan maupun saat transportasi ke tempat lain, supaya tetap memiliki potensi yang baik (imunogenisitas tinggi). Perlu diketahui, bahwa vaksin adalah produk biologis yang sentitif terhadap perubahan suhu.

Ada vaksin yang sensitif terhadap panas misalnya vaksin polio, campak dan BCG. Ada vaksin yang sensitif terhadap pembekuan misalnya vaksin heparitis B, DPT, TT dan DT. Namun secara umum, semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas, namun vaksin polio, campak dan BCG akan lebih mudah rusak pada paparan panas bila dibanding vaksin hepatitis B, DPT, DT dan TT. Setiap unit pelayanan diharuskan memiliki tempat penyimpanan vaksin. Demikian juga dalam pendistribusiannya penting untuk diperhatikan. Faktor yang dapat merusak vaksin antara lain sinar matahari, suhu dan kelembaban. 

Efektifitas vaksin di Indonesia selalu dimonitor oleh badan POMdengan mengambil sampel secara acak, atau dengan alat Vaccine ViaMonitor/ VVM, yaitu sejenis stiker yang ditempelkan pada botol vaksinBila vaksin rusak maka VVM akan berubah warna, namun karena mahabelum semua vaksin ditempel VVM.
Berikut ini bukan kontra indikasi imunisasi pada bayi atau anak: 
  • Alergi atau asma (kecuali alergi terhadap komponen vaksin)
  •  Sakit ringan seperti ISPA atau diare dengan demam<38,5°
  •  Riwayat keluarga tentang peristiwa membahayakan setelah imunisasi
  •  Dalam pengobatan antibiotik
  •  Dugaan infeksi HIV atau positif HIV tanpa tanda dan gejala AIDS
  •  Anak diberi ASI
  • Sakit kronis seperti jantung kronis, paru-paru, ginjal atau hati
  • Kondisi syaraf labil seperti kelumpuhan otak atau Down Sundrome
  • Prematur atau Berat Bayi Lahir Rendah
  • Pembedahan baru atau direncanakan dengan segera
  • Kurang gizi
  • Riwayat sakit kuning pada kelahiran 


DAFTAR PUSTAKA :

  • Hidayat, A.Aziz Alimul.2008. Pengantar ilmu Kesehatan anak untuk pendidikan kebidanan. Jakarta : Salemba 
  • Medika Hinchliff, Sue. 1999. Kamus Keperawatan. Jakarta : EGC
  • Schwartz, M.William. 2004. Clinical Handbook of Pediatrics. Jakarta : EGC 
  • Supartini, Yupi. 2004. Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta : EGC 
  • Umar, 2006. Imunisasi Mengapa Perlu ?.Jakarta : PT. Kompas 
  • Media Nusantara Wahab,samik. 2000. Ilmu kesehatan anak vol. 2. Jakarta : EGC
  • Achmadi,Umar Fahmi.2006. Imunisasi,Mengapa Perlu?.Jakarta : Penerbit Buku Kompas 
  • Cahyono, J.B. Subarjo B.2010. Vaksinasi Cara ampuh Cegah Penyakit Infeksi. Yogyakarta. Kanisius. 
  • Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta 
  • Thompson, June.2003. Toddlercare : Pedoman Merawat Bayi.Jakarta : Erlangga

Previous
Next Post »